Assalamu''alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah wa sholawatu ''ala rosulillah. Semoga rahmat Allah selalu meliputi kita.
Ustadz pertanyaan saya sebagai berikut:
1. Kenapa Imam Syafii menjadikan qunut salah satu dari rukun sholat shubuh?
2. Bagaimana sebenarnya hukum qunut tersebut menurut pendapat imam-iman mazhab yang lainnya?
3. Kitab Fiqih apa saja yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan untuk membacanya perlu ada syarahnya?
4. Kitab Hadist dan Syarah Hadist apa saja yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia?
Terima Kasih.
Assalamu''alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
jawaban
Mazhab Syafi''iyah hanya mengatakan bahwa qunut pada shalat shubuh itu sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Namun yang namanya sunnah tetap sunnah, tidak pernah sampai kepada wajib, apalagi rukun.
Padahal antara sunnah, wajib dan rukun, punya pengertian yang sangat berbeda dan spesifik. Rukun ibarat tiang pada bangunan, satu saja tidak terpenuhi, maka bangunan itu akan roboh. Bila salah satu rukun shalat tidak dikerjakan, maka shalat itu batal dan tidak sah. Harus diulangi lagi dari semula.
Sementara bila hanya sunnah saja, maka bila tidak dikerjakan tidak akan merusak semua rangkaian ibadah shalat. Meski pun nilainya sunnah muakkadah sekalipun.
Lalu mengapa kalangan mazhab Asy-Syafi''i berpendapat bahwa qunut itu sunnah muakkadah?
Jawabnya akan kita ketahui ketika kita melihat kepada sebab perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Dalam hal ini, penyebabnya adalah perbedaan dalam menilai keshahihan hadits.
Umumnya para ulama hadits mendhaifkan hampir semua hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW melakukan qunut pada waktu shalat shubuh. Bahan Imam Malik rahimahullah sampai mengatakan bahwa qunut pada shalat shubuh itu bid''ah. Lantaran haditsnya dinilai tidak kuat.
Namun menurut mazhab As-Syafi''i, tidak semua hadits tentang qunut itu dhaif (lemah), masih ada beberapa hadits yang menurut mereka kuat dan bisa dijadikan landasan syar''i dari qunut pada shalat shubuh.
Dan karena masing-masing ulama itu punya kapasitas yang memadai untuk menilai derajat suatu hadits, tentu saja kita tidak boleh langsug menafika salah satunya.
Yang dibolehkan adalah mengikuti salah satu pendapat itu dan yakin akan kekuatan dalilnya, namun tidak boleh mencela atau memaki ulama ahli hadits yang pendapatnya berbeda dengan kita.
As-Syafi''i adalah ulama besar yang ilmunya diakui oleh semua ulama yang ada, baik di masa lalu maupun di masa sekarang. Meski belum tentu selalu benar dalam semua pendapatnya, namun ketika kita tidak setuju dengan pendapatnya, bukan berarti kita boleh memaki dan mencela orang lain yang mengikuti pendapat selevel beliau.
Apalagi mengingat bahwa Al-Imam Asy-syafi''i dan para ulama mazhabnya juga ahli hadits juga, selain mereka sebagai ahli fiqih. Karena itu pendapat mereka sudah barang tentu dilandasi atas kajian kritik hadits yang kuat dan bisa diterima. Bahwa hasilnya berbeda dengan hasil umumnya para ulama, bukan hal yang asing atau aneh.
Kitab Terjemahan
Adapun pertanyaan anda tentang kitab-kitab fiqih dan hadits terjemahan, sebenarnya cukup banyak yang sudah pernah diterjemahkan. Tetapi yang sudah diterjemahkan itu belum tentu tersedia di toko-toko buku. Kalau pun ada, tidak semua toko buku menjualnya. Hanya toko kitab tertentu yang menjualnya.
Penyebabnya anda pasti sudah bisa menduga, yaitu karena buku-buku rujukan itu umumnya kurang laris dibandingkan dengan jenis buku agam lainnya. Padahal halamannya lumayan banyak. Maka yang beli hanya beberapa gelintir orang saja. Dan menurut hitung-hitungan penerbit, corak buku seperti ini kurang menguntungkan.
Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar