Selasa, 23 Maret 2010

Madzhab Hanafi


Madzhab  hanafi adalah madzhab yang resmi yang dipakai oleh kerajaan utsmani dan pada zaman bani abbas di irak. Sekarang penganut madzhab itu banyak terdapat di Turki, Suria, Afganistan, Turkistan dan India. 
Madzhab Hanafi didirikan oleh Abu Hanifah Al-Nu’man Ibnu Sabit berasal dari keturunan Persia dan Lahir di Kufah pada tahun 700 M dan meninggal pada tahun 767 M pada dinasti Bani Abbas (Abbasiyyah). 
Dalam pendapat hukumnya Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan hukum yang terjadi di Kufah. Kufah terletak jauh dari Madinah. Di Kufah sunah itu tidak banyak dikenal berbeda dengan di Madinah yang banyak mengetahui sunah. Kufah adalah kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia. Kehidupan masyarakatnya sudah mencapai kemajuan yang lebih tinggi dari pada Madinah sehingga problem kemasyarakatan lebih banyak timbul dari pada di Madinah. 
Kedua hal ini membawa kepada adanya perbedaan perkembangan hukum selanjutnya di kedua kota ini. Di Madinah  banyak mengetahui sunah, oleh karena itu sanggup menyelesaikan problem yang timbul dalam masyarakat yang masih bersifat sederhana. Di Kufah sunah tak banyak dikenal sedangkan problem kemasyarakatan banyak yang timbul sehingga untuk menyelesaikan masalah itu banyak dipakai pendapat (Al-Ra’y) serta Qias atau analogi dan Istihsan. 
Dalam hal pemakaian sunah  sebagai sumber hukum Abu Hanifah bersikap sangat berhati-hati. Ia hanya memakai sunah yang diyakini, sunah orisinil dan bukan sunah buatan. Oleh karean itu mazhabnya dikenal dengan mazhab ahl al-ra’y.
Adapun sunah yang dapat dijadikan dalil oleh madzhab hanafi ini manakala :
1. Diriwayatkan oleh jama’ah dari jama’ah (Mutawatir)
2. Telah diamalkan oleh Fiqih yang kenamaan.
3. Atau telah diriwayatkan oleh seorang sahabat di hadapan golongan dari sahabat, sedang tidak seorang pun dari kalangan mereka menyanggahnya. Hal mana berarti pembenaran/pengakuan mereka yang seolah-olah turut meriwayatkan hadits tersebut.
4. Khabar ahad yang dirowikan oleh seorang dapat dipandang sebagai hujjah, jika rowinya seorang ahli fiqih
5.  Membuka pintu Qiyas seluas-luasnya.
6.  Memandang Istikhsan salah satu dalil yang mu’tabar sesudah kitabullah, sunnah rasul, ijma dan qiyas. Oleh karena itu abu hanifah membuat syarat-syarat yang berat 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar