Senin, 08 Maret 2010

Dahaga Ilmu




Dua hari dua malam aku berada di kampung halamanku, alias pulang, sebenarnya tak ada niatan pulang sebelumnya, tetapi karena ada suatu hal yang menyangkut urusan perut maka pilihan pulang ku ambil sebagai jalan terakhir. Kepulanganku hari ini menyisakan jejak pengalamanku yang sedikit indah, Tajug (mesjid kecil) yang pertama kali memperkenalkan huruf arab padaku kini berpenghuni lagi, puluhan anak perempuan kecil dengan balutan jilbab yang lucu bertebaran di tajug ini dengan beberapa helai iqro dalam genggamannya, dan belasan anak laki-laki kecil juga ikut meramaikan pengajian hari ini, dengan kencong sarung yang menjelimet dan beberapa iqro yang sudah lusuh.
Wajah riang tanpa dosa itu terlihat sangat bergembira sekali, dari mulai adzan maghrib dikumandangkan mereka sudah bersiap siaga menerima pelajaran iqronya hari ini, tapi sayang setelah shalat maghrib selesai ditunaikan, guru yang mereka tunggu-tunggu belum juga datang, ya dah lama sekali ustadz yang selalu setia mengajar di tajug ini tidak mengajar, katanya kalau dah musim panen ustadz itu sibuk di sawah, jadi pulangnya pas adzan maghrib dengan rasa lelah yang sangat. Jadi kemungkinan besar tidak bisa mengajar, akhirnya aku memberanikan diri untuk menawarkan menjadi pengajar sementara,  walaupun dulu aku sempat menjadi pengajar tetap di tajug ini tapi dengan penuh santun aku tetap harus minta izin pada ketua DKM, yang kebetulan uwaku sendiri.
Akhirnya aku dapat bersua dengan mereka dalam tempat yang penuh berkah, tempat terbaik yaitu majlis ilmu, lembar demi lembar,  bacaan tiap anak untuk merampungkan buku bacaan iqro ynag tebalnya enam jilid itu mereka lantunkan dengan gaya khas masing-masing , ada semangat yang luar biasa pada setiap pribadi mereka, penuh semangat pengen bisa ngaji, sampai akhirnya  hujan lebat pun meramaikan pengajian kita ini, tak sedikitpun iman mereka tergoyahkan untuk cepat-cepat mengakhiri pengajian dan cepet pulang ke rumah, sempat terharu melihat semangat belajar anak-anak pengajian ini, andai hidupnya lebih awal dariku, mungkin nasibnya tak kan seperti ini, karena dulu lingkungannya sangat mendukung, waktu almarhum bapak masih ada, tajug ini sudah menjadi rumah ke duanya tiap ashar sampai menjelang malam, tajug ini ramai dengan pengajian, mulai dari iqro sampai telaah hadits. Tetapi setelah peninggalannya tajug ini menjadi sepi, aku yang ditaksir akan menjadi pengganti bapak belum siap Karena harus tinggal di luar kota untuk menyelesaikan pendidikan formalku, mudah-mudahan saja pendidikanku cepat selesai dan aku cepat mengabdi pada masyarakat terutama memberikan setetes embun keilmuan pada santri-santri kecilku yang sedang dahaga, walaupun keilmuanku tak sehebat Alm bapaku, tetapi insya allah  tekad berdakwah ini sudah kuat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar